Kamis, 23 Desember 2010

Aturan Pajak Warteg

Share |
Rencana Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo, mengembalikan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ke Badan Legislasi Daerah (Balegda) untuk pengkajian ulang cukup mengejutkan. Ini adalah yang pertama kali dalam sejarah pembuatan Perda.

Ketua Balegda DPRD DKI Jakarta, Triwisaksana, mengatakan, kajian dan aspirasi masyarakat seharusnya sudah selesai pada saat pembahasan berlangsung. Bukan setelah disahkan di paripurna dan mendapat persetujuan Kementrian Dalam Negeri.

"Meski demikian lantaran ada keberatan dari masyarakat, kajian materi Perda akan dilakukan kembali, hanya pada item yang dipermasalahkan," ujar Triwisaksana di gedung DPRD DKI Jakarta, Senin, 6 Desember 2010.

Sani, sapaan akrabnya, melanjutkan, Perda itu akan diparipurnakan kembali segera mungkin. Sebab, amanat UU No 28 tahun 2009 itu harus bisa dijalankan paling lambat 1 Januari 2011. "Cepat atau tidak pembahasannya itu tergantung pada surat Gubernur," ujarnya.

Sementara itu, anggota Komisi C, Santoso, mengatakan penundaan Perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah memang bisa dilakukan, sebab belum diundangkan.

Menurutnya, jika besaran omset yang dikenakan pajak adalah Rp60 juta per tahun, itu terlalu kecil dan bisa berdampak luas pada rakyat kecil. "Jadi masalahnya bukan warteg, tapi angka omset minimal yang harus kena pajak," ujarnya.

Santoso menilai nilai ideal kena pajak untuk penyedia jasa makanan dan minuman adalah sekitar Rp 30 juta per bulan atau Rp 360 juta per tahun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

google translate

Arsip Blog

Submit Your Site To The Web's Top 50 Search Engines for Free!