Senin, 01 November 2010

Ahmadiyah Qadian Melanggar HAM Islam

Share |
Para aktivis HAM harus membedakan HAM untuk berkeyakinan atau beragama, dan penistaan terhadap agama Islam.

Siapapun yang memasuki wilayah Republik Indonesia wajib tunduk kepada seluruh ketentuan hukum yang berlaku di Negara Republik Indonesia. Demikian juga di negara lain di dunia. Maka begitu juga, siapapun yang menggunakan nama Islam, wajib tunduk kepada semua akidah pokok agama Islam.

Mengakui Allah itu Ahad (teramat sangat tunggal), tidak beranak dan tidak diperanakkan, mengakui Alquran sebagai Kitab Suci Terakhir yang sudah sempurna, yang diwahyukan kepada nabi/rasul terakhir Nabi Muhammad saw sebagai Khataman Nabiyyin atau Nabi Penyegel, nabi terakhir dan tidak ada lagi nabi-nabi lain setelah kenabian beliau; mengakui Kakbah di Mekah sebagai kiblat satu-satunya umat Islam.

Dan siapapun yang menggunakan nama Islam tetapi mengingkari akidah pokok di atas, terutama mengajarkan adanya nabi setelah Muhammad Rasulullah saw, jelas merupakan penistaan terhadap agama Islam. Penistaan agama merupakan tindak pidana, dan tindak pidana jelas merupakan pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia).

Itulah yang dilakukan oleh Ahmadiyah Qadian terhadap agama Islam; yaitu mengajarkan bahwa Allah mencium dan bersetubuh dan melahirkan sejumlah anak, dan bahwa Allah bersetubuh dengan nabi mereka Mirza Ghulam Ahmad (termuat dalam buku Mirza Ghulam Ahmad yang berjudul: Safinatu Nuuh halaman 47);

mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi di India, yang menerima wahyu Allah untuk menyempurnakan Islam ajaran Muhammad. Padahal, Alquran secara tegas menyatakan Islam sudah agama yang sempurna (Alquran Suci, Surah Al-Maidah ayat 3).

Ahmadiyah Qadian juga memiliki kitab suci sendiri, tidak sah salat seseorang kalau tidak diimami oleh imam Ahmadiyah Qadian, dan setumpuk lagi penistaan mereka atas nama Islam Ahmadiyah Qadian. Anda mau tahu di mana kantor Ahmadiyah Qadian? Jangan kaget; di Israel!

Benarkah pemerintah Republik Indonesia melanggar HAM kebebasan beragama jika melarang atau membubarkan Ahmadiyah Qadian? Sama sekali tidak! Itu bukan soal kebebasan beragama. Siapa saja bebas untuk menganut Islam atau menganut agama lain. Tidak ada paksaan dalam Islam. Bahkan yang tadinya umat Islam dan pindah ke agama lain, no problem. Tetapi jangan menggunakan label agama Islam.

Solusi satu-satunya bagi penganut Ahmadiyah Qadian agar eksis hidup di Indonesia dan menikmati kebebasan untuk beragama sesuai HAM, adalah mengikuti Ahmadiyah Qadian di Pakistan yang menyatakan diri sebagai agama sendiri, yaitu agama Qadaniyah. Jika itu yang dilakukan oleh pengikut Ahmadiyah Qadian di Indonesia, tidak lagi mengaku sebagai agama Islam, tetapi agama Qadaniyah, maka berlaku argumen HAM untuk menikmati kebebasan beragama.

Jadi para aktivis HAM yang kebablasan, harus membedakan HAM untuk berkeyakinan atau beragama, dan penistaan terhadap agama Islam. Karena secara akidah Islam, Ahmadiyah Qadian bukan ajaran Islam. Jadi, selanjutnya kita namakan saja Qadaniyah, tanpa embel-embel pengikut
Muhammad saw.

Lain halnya dengan Ahmadiyah Lahore dengan tokohnya Maulana Muhammad Ali, mereka tidak menyimpang dari akidah Islam. Keunikannya, penganut Ahmadiyah Lahore sangat rasional dalam menafsirkan ayat Alquran dan mirip dengan penafsiran para pembaru Islam di Mesir seperti Jamaluddin al-Afghani dan Syaik Muhammad Abduh.

Alquran adalah bahasa Tuhan yang memang telah melahirkan ratusan Kitab Tafsir. Karena, tidak ada otoritas yang dimiliki seseorang untuk menjadi penafsir tunggal Alquran.

Tafsir karya Maulana Muhammad Ali yang berjudul: The Holy Quran, merupakan tafsir Alquran berbahasa Inggris yang memiliki peringkat pertama paling laku di dunia (di Amazon.Books.Com memiliki lima bintang). Jadi The Most Best Seller oleh pembaca berbahasa Inggris. Yang memiliki ranking kedua adalah tafsir karya Yusuf Abdullah Ali.

Tafsir The Holy Quran mempunyai banyak kesamaan dengan Tafsir Al-Manar yang ditulis Jamaluddin al-Afghani, Syaikh Muhammad Abduh dan Syaikh Rasyid Ridha. Tafsir karya Maulana Muhammad Ali sudah diterjemahkan ke bahasa Indonesia dan sudah dicetak ulang 17 kali. Sayangnya belum ada yang menerjemahkan Tafsir Al-Manar.

H Agus Salim, tokoh Islam Indonesia, mengakui Tafsir Alquran favoritnya adalah Tafsir Alquran karya Maulana Muhammad Ali dari Lahore itu. Bahkan di masa hidupnya, H Agus Salim selalu membujuk tokoh Islam lain waktu itu untuk menerjemahkan Tafsir karya Maulana Muhammad Ali ke dalam bahasa Indonesia. Tetapi nanti baru dicetak pertama edisi terjemahan bahasa Indonesianya pada tahun 1979.

Alhamdulillah, saya memiliki edisi Inggris maupun edisi Indonesianya. Tafsir yang sudah memasukkan banyak orang berbahasa Inggris di dunia ke dalam agama Islam, saking rasionalnya, memang sangat menarik.

Layak dimiliki dan dibaca ilmuwan Muslim yang rasional dan tidak taklid (nonfundamentalis).
Edisi Indonesianya saya beli beberapa tahun silam di Toko Buku Islam Wali Songo Kwitang Jakarta, dan edisi Inggrisnya saya beli belasan tahun lalu di luar negeri. (*)

Oleh: Achmad Ali (Guru Besar Fakultas Hukum Unhas)
sumber: http://metronews.fajar.co.id/read/108798/19/ahmadiyah-qadian-melanggar-ham-islam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

google translate

Arsip Blog

Submit Your Site To The Web's Top 50 Search Engines for Free!