Senin, 01 November 2010

Menyelamatkan Hiu dari Kepunahan

Share |
Wilayah laut lebih luas dari daratan. Karena itu, potensi sumber daya alam laut juga sangat melimpah. Tidak heran jika masyarakat yang fokus pada bisnis hasil laut cenderung mengalami peningkatan ekonomi yang tidak bisa terbendung. Bahkan mereka membuka cabang perusahaan di beberapa tempat, padahal yang ditekuninya hanya hasil laut.

Hal tersebut membuktikan bahwa potensi sumber daya alam laut ini bisa mengubah orang yang tidak mampu menjadi orang kaya. Hal itu bukan lagi rahasia umum bagi pengusaha yang bergerak di bidang perikanan.

Wajar saja jika berbagai sumber daya alam diambilnya, meski sumber daya alam tersebut tergolong dilarang lantaran sudah di ambang kepunahan. Begitu pula dengan hiu, jenis ikan bernilai ekonomi tinggi.

Meski kita tahu bahwa ikan-ikan telah hidup dan hampir tidak pernah berubah selama lebih dari 400 juta tahun, namun kini keberadaan ikan hiu juga sudah mulai terancam akibat banyak pemangsa yang selalu memburunya.

Bukan dimangsa oleh siapa, tapi manusialah yang menjadi pemangsa yang ditakuti karena tidak bisa berhenti sebelum habis. Padahal, ikan hiu tergolong salah satu ikan yang memiliki banyak manfaat di tengah laut sehingga sangat ganjil jika punah dalam waktu beberapa tahun ke depan.

Pengambilan Sirip Hiu

Harus diakui bahwa perkembangan ilmu pengetahuan yang tidak terkendali telah berdampak pada sumber daya alam laut seperti hiu yang selalu diburu dan ditangkapi untuk diambil siripnya. Hal itu demi memenuhi bahan baku sup sirip hiu dan barang konsumsi yang terkait lainnya. Harga sirip hiu mencapai ratusan ribu dalam sekilonya sehingga wajar jika masyarakat teru memburunya.

Persoalannya, banyaknya ikan hiu yang ditangkap lalu dipotong siripnya, kemudian ikannya kembali dibuang ke laut tanpa pikir panjang, adalah tindakan yang sangat tidak bisa dibenarkan.

Produk yang paling mahal adalah sirip hiu kering yang dihargai Rp 1 juta per kg dengan kualitas super, yaitu sirip hiu yang tingginya 40 cm. Untuk sirip hiu dengan ukuran 35-39 cm, dihargai Rp 800 ribu per kilo, ukuran 30-34 cm seharga Rp 600 ribu per kilo, dan ukuran 25-29 cm seharga Rp 450 ribu per kilo (Warta Pasar Ikan, Maret 2009).

Selain sirip, kulit hiu juga termasuk komoditas bernilai jual tinggi. Di pasaran bisa didapatkan harga Rp 15 ribu per kilo yang jika kemudian diolah menjadi kerupuk, hanrganya menembus Rp 120 ribu per kilo. Menurut Masroni, salah seorang pengelola usaha ikan hiu, dari 10 kg kulit ikan hiu basah yang belum diolah akan menjadi 2 kg kerupuk kulit mentah siap jual.

Jika diolah menjadi kerupuk kulit matang akan menjadi sekitar 2,5 kg murni tanpa ada tambahan tepung. Pemasaran awal hanya dilakukan di sekitar Mataram dengan sistem konsinyasi dan menjadi oleh-oleh khas Lombok. Bisnis macam ini kini sudah merambah ke beberapa kota besar seperti Denpasar, Surabaya, Jakarta dan Bandung. (Warta Pasar Ikan, Maret 2009).

Menurut Asharuddin, salah seorang pengusaha dalam bisnis ikan hiu bahwa dalam satu hari mengambil 2-4 kwintal ikan hiu dengan harga Rp 8.000–12.000 per kilo. Dagingnya dijadikan sate sebanyak 2000-3000 tusuk yang dijual dengan harga Rp 1.500- 3000 per tusuk, bergantung potongan dagingnya. Sate tersebut dipasarkan ke pasar Fomotong, Emas Bage, Keru, Aimel dan sebagian wilayah Lombok.

Gigi dan rahang hiu juga dijual sebagai barang kerajinan, dikirim atau diambil pembeli untuk dipasarkan ke Bali dengan harga Rp 25.000 -100.000 per unit, bergantung ukuran dan kualitas produknya.

Sedangkan tulang kering dihargai Rp 15.000 per kilo, tulang punggung Rp 5.000 per kilo yang dikirim ke Surabaya dengan intensitas pengiriman 2 ton setiap bulannya. Sedangkan sentra hiu di Indonesia adalah Bali, Nusa Tenggara Timur, Aceh, Kalimantan Barat, Jawa Barat, Banten, Sulawesi Utara dan Maluku. (Warta Pasar Ikan, Maret 2009).

Tidak Disengaja?

Ikan hiu yang menjadi incaran bagi manusia itu baik sengaja maupun tidak sengaja, menjadi suatu perhatian yang serius mengingat perburuan terus dilakukan, sehingga ke depan ikan tersebut bisa mengalami kepunahan. Penangkapan ikan hiu yang tidak disengaja juga menjadi suatu problem lantaran jumlah yang tertangkap tergolong banyak.

Jadi nelayan yang menangkap ikan di laut, ikan hiu bukanlah target utama namun sering menjadi tangkapan yang cukup besar. Karenanya dibutuhkan sebuah kesepamaham dalam menyelamatkan hiu dari ancaman kepunahan. Pasalnya, kalau hal tersebut terus berlangsung, meski tidak menjadi target utama para nelayan, maka lambat laun akan kurang bahkan punah.

Kalau dilihat dari perkembangbiakannya, hiu memerlukan waktu yang cukup lama untuk menjadi dewasa, yaitu 25–30 tahun baru bisa melakukan reproduksi, dan jumlah keturunannya sangat sedikit.

Dengan demikian, maka hiu ini wajar jika mulai sekarang dilakukan penyelamatan guna mempertahankan spesies ini. Jangan sampai punah baru kita pusing lagi untuk mencari bibitnya lantaran manusia itu tidak ada puasnya demi untuk memburuh keuntungan.

Penelitian seorang doktor dari Universitas Aberdeen, Skotlandia mengungkapkan bahwa hiu peka terhadap perubahan gelombang permukaan, dan perubahan suhu. Dengan kepekaannya ini, hiu sebagai salah satu biota laut yang menempati rantai makanan paling atas, ternyata mampu mendeteksi badai.

Hiu sangat sensitif dalam mendeteksi perubahan tekanan udara, sehingga gejala awal pembentukan badai dari perubahan tekanan udara di permukaan laut dapat ditengarai dari perilaku hewan tersebut, namun kemampuan hiu tersebut ternyata tidak mampu menyelamatkan dirinya sendiri dari badai perdagangan sirip hiu.

Oleh karena itu, nelayan yang sementara melaut sebenarnya diberikan tanda-tanda bila bahaya badai itu akan datang melalui tingkah laku hiu di laut. Tapi kalau hiu ini tidak ada lagi berarti tanda atau signal dalam menentukan badai yang bakal muncul tersebut ikut hilang.

Makanya, bagaimana hiu ini dapat diselamatkan guna menjaga kepunahannya. Apalagi ini merupakan salah satu kekayaan sumber daya alam laut yang perlu dijaga kelestariannya. (*)

Oleh: Andi Baso Tancung (Ketua Umum Ikatan Penulis Indonesia Makassar (IPIM) Sulsel)

sumber: http://metronews.fajar.co.id/read/106095/19/menyelamatkan-hiu-dari-kepunahan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

google translate

Arsip Blog

Submit Your Site To The Web's Top 50 Search Engines for Free!