Kamis, 04 November 2010

Panik Dengar Sirine, Warga Selamatkan Diri Hanya Berpakaian Dalam

Share |

Truk berisi pengungsi dari lereng Merapi melintas di tengah hujan abu pekat di Jalan Muntilan, Magelang, Jawa Tengah, Kamis (4/11). Erupsi terbesar yang dikeluarkan dari Gunung Merapi sejak kemarin malam membuat hujan abu di Magelang, Purwokerto, hingga Ciamis. Di lokasi ini hujan abu membuat jarak pandang terbatas hanya kurang dari 10 meter dan cahaya matahari terhalang abu. TEMPO/Arif Wibowo
TEMPO Interaktif, Yogyakarta - Letusan Gunung Merapi sejak Rabu (4/11) membuat warga yang tidak termasuk dalam radius aman harus mengungsi dari rumah mereka. Beberapa pengungsi di berbagai lokasi terpaksa berpindah-pindah lokasi posko hingga tiga kali mencari titik yang paling aman.
Letusan kali ini benar-benar mengaduk-aduk emosi pengungsi. Beberapa pengungsi yang semula pulang ke rumah mereka masing-masing kembali ke pengungsian. Beberapa pengungsi bahkan harus pindah barak sampai tiga kali karena terus mencari daerah aman.
Sri Lestari, Suminah, Swi Widarti, dan Parni Utomo adalah salah satu contoh pengungsi yang mesti berpindah-pindah lokasi.
Warga Desa Sidorejo yang berjarak sekitar 12 kilometer dari puncak Merapi itu mengungsi dari Balai Desa Umbulharjo, SMP Taman Dewasa, lalu SD Citra Sakti, Wukirsari. “Kami sampai capai harus pindah-pindah lokasi,” kata Sri Lestari ketika ditemui di Posko Pengungsian, Kamis (4/11). Perpindahan barak paling parah terjadi ketika terjadi letusan pada 30 Oktober pukul 00.11 WIB.
Suminah mengaku harus kehilangan berlembar-lembar baju yang dibawa karena panik. “Ini karena resleting tas saya terbuka,” kata Suminah. Tas itu membawa baju bayinya yang baru berusia dua bulan.
Kisah menggelikan dialami oleh tetangga mereka. Parni Utomo menuturkan ketika bunyi sirine meraung-raung tetangganya tengah mandi. Karena panik, tetangga itu keluar bersama pengungsi lain belum berpakaian lengkap. “Jadi cuma pakai kutang dan rok,” kata Parni. Ketiganya berharap mereka tak perlu pindah-pindah posko lagi karena sudah kelelahan.
Dessy Yusnita, warga Dusun Kalireso, Candibinangun, Pakem, Sleman, mengatakan ia dan warga di sini mengungsi karena takut. "Gemuruhnya makin keras, bunyinya gluduk-gluduk, bukannya berhenti suaranya makin besar,” kata Dessy kepada Tempo, Kamis (4/11).
Gelombong pengungsian di desa itu terutama dilakukan oleh anak-anak dan perempuan. Sementara laki-lakinya sebagian tetap berada di rumah menjaga rumah mereka.

Padahal jika dilihat dari lokasi tempat tinggal warga Kalireso, jarak dari puncak Merapi menuju rumah mereka sekitar 18 kilometer. Kepanikan warga kian membumbung lantaran hujan lebat membawa hujan lumpur ke lingkungan rumah mereka.
“Jadi rumah sudah tidak nyaman untuk ditinggali,” kata Dessy. Ia mengaku tengah mengungsi ke rumah orang tuanya yang terletak di Kota Yogyakarta. BERNADA RURIT 


sumber: http://www.tempointeraktif.com/hg/jogja/2010/11/04/brk,20101104-289519,id.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

google translate

Arsip Blog

Submit Your Site To The Web's Top 50 Search Engines for Free!